HUKUM MEMUJI DIRI SENDIRI
HUKUM MEMUJI DIRI SENDIRI
Pertanyaan:
"Dalam kehidupan kita, terkadang kita mendengar ada orang yang memuji dirinya sendiri di hadapan banyak orang. Terkadang pujian itu diawali dengan kata-kata, "Maaf, bukan maksud saya pamer atau berbangga diri", dan lain sebagainya. Bagaimana hukum perbuatan seperti ini? -red"
Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin -semoga Allah merahmati beliau- pernah ditanya tentang hukum seseorang yang memuji dirinya sendiri.
Beliau -rahimaahullah- menjawab:
Jika dia memuji dirinya sendiri dengan tujuan menceritakan nikmat yang Allah Ta'ala anugerahkan kepadanya agar ditiru oleh teman-temannya atau orang yang semisal dengan dia, maka itu tidak apa-apa.
Namun jika ia memuji dirinya dengan tujuan mentazkiyah diri (membanggakan diri), atau menunjukkan amalannya kepada Rabb, maka ini termasuk kedalam minnah (mengungkit-ung kit kebaikan), sehingga tidak boleh dilakukan.
Allah Ta'ala berfirman (yang artinya): "Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan bila kamu adalah orang-orang yang benar" (QS. Al-Hujurat/ 49:17)
Namun jika pujiannya kepada dirinya hanya sekadar untuk memberitahukan saja, maka itu boleh, tapi sebaiknya tidak dilakukan.
Jadi kesimpulannya, orang yang memuji dirinya itu ada empat keadaannya:
1⃣ Dia memuji dirinya dengan tujuan menceritakan nikmat Allah Ta'ala yang dikaruniakan kepadanya berupa keimanan dan ketegaran
2⃣ Tujuannya untuk memotivasi teman-temannya atau orang-orang agar seperti dia
Kedua hal di atas BAIK dan TERPUJI karena niatnya terpuji
3⃣ Dia memuji dirinya dengan tujuan berbangga diri atau pamer dengan tujuan menunjukkan kepada Allah 'Azza wa Jalla apa yang ada pada dirinya berupa keimanan dan ketegaean. Ini tidak boleh dilakukan berdasarkan ayat yang telah kami sebutkan diatas.
4⃣ Tujuannya hanya sekadar memberikan informasi tentang apa yang ada pada dirinya berupa keimanan dan ketegaran di atas al-Haq. Ini boleh tapi sebaiknya tidak dilakukan
(Majmu' Fatawa wa Rasaa-il Fadhilatis Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin, III/97)
Dikutip dari Majalah As-Sunnah edisi 01 tahun XIX, Rajab 1436H oleh admin @muslimahmuda
Pertanyaan:
"Dalam kehidupan kita, terkadang kita mendengar ada orang yang memuji dirinya sendiri di hadapan banyak orang. Terkadang pujian itu diawali dengan kata-kata, "Maaf, bukan maksud saya pamer atau berbangga diri", dan lain sebagainya. Bagaimana hukum perbuatan seperti ini? -red"
Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin -semoga Allah merahmati beliau- pernah ditanya tentang hukum seseorang yang memuji dirinya sendiri.
Beliau -rahimaahullah-
Jika dia memuji dirinya sendiri dengan tujuan menceritakan nikmat yang Allah Ta'ala anugerahkan kepadanya agar ditiru oleh teman-temannya atau orang yang semisal dengan dia, maka itu tidak apa-apa.
Namun jika ia memuji dirinya dengan tujuan mentazkiyah diri (membanggakan diri), atau menunjukkan amalannya kepada Rabb, maka ini termasuk kedalam minnah (mengungkit-ung
Allah Ta'ala berfirman (yang artinya): "Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan bila kamu adalah orang-orang yang benar" (QS. Al-Hujurat/
Namun jika pujiannya kepada dirinya hanya sekadar untuk memberitahukan saja, maka itu boleh, tapi sebaiknya tidak dilakukan.
Jadi kesimpulannya, orang yang memuji dirinya itu ada empat keadaannya:
1⃣ Dia memuji dirinya dengan tujuan menceritakan nikmat Allah Ta'ala yang dikaruniakan kepadanya berupa keimanan dan ketegaran
2⃣ Tujuannya untuk memotivasi teman-temannya atau orang-orang agar seperti dia
Kedua hal di atas BAIK dan TERPUJI karena niatnya terpuji
3⃣ Dia memuji dirinya dengan tujuan berbangga diri atau pamer dengan tujuan menunjukkan kepada Allah 'Azza wa Jalla apa yang ada pada dirinya berupa keimanan dan ketegaean. Ini tidak boleh dilakukan berdasarkan ayat yang telah kami sebutkan diatas.
4⃣ Tujuannya hanya sekadar memberikan informasi tentang apa yang ada pada dirinya berupa keimanan dan ketegaran di atas al-Haq. Ini boleh tapi sebaiknya tidak dilakukan
(Majmu' Fatawa wa Rasaa-il Fadhilatis Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin, III/97)
Dikutip dari Majalah As-Sunnah edisi 01 tahun XIX, Rajab 1436H oleh admin @muslimahmuda
Komentar
Posting Komentar