Duhai Wali Santri (Surat seorang santri kepada para Wali Santri yang mulia)
Duhai Wali Santri!
Risalah ini saya tujukan sebagai seorang santri kepada Anda, wahai Para Wali Santri yang mulia...
Bukan karena saya merasa lebih hebat dan tinggi, namun karena saya mengharapkan kebaikan untuk kita semua, berharap hadirnya perubahan ke arah yang lebih baik...
Duhai para Wali Santri, para orang tua yang telah Allah pilih dan Allah beri hidayah hingga menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren-pesantren bermanhaj salaf di seluruh bumi nusantara...
Saya ucapkan tahni-ah dan selamat untuk Anda sekalian, Anda telah menempuh salah satu langkah yang benar demi mencetak generasi pilihan, generasi Ahlus Sunnah wal Jama'ah
Sungguh begitu mulia pengorbanan Anda, Anda rela mencurahkan harta, waktu dan segala usaha demi buah hati Anda, Anda rela berpisah ruang dengan buah hati Anda, menyembunyikan tangis dan rindu...semuanya demi menjadikannya dzuriyyah thayyibah (keturunan yang baik)
Tentunya, Anda berharap ia kan menjadi qurrota a'yun (penyejuk pandangan mata) bagi kedua orangtuanya, menjadi seorang yang shalih atau shalihah, yang menjadi asset berharga ketika kita telah berkalang tanah kelak: anak shalih yang selalu mendoakan orang tuanya
Namun wahai Wali Santri yang terhormat...
Tahukah Anda, bahwa buah hati Anda sebagai santri adalah manusia, yang bukan hanya perlu dipenuhi kebutuhan jasmaninya saja, namun juga rohaninya...
Tahukah Anda, bahwa buah hati Anda sebagai santri adalah manusia, yang bukan hanya perlu dipenuhi kebutuhan jasmaninya saja, namun juga rohaninya...
"Saya selalu menjenguknya setiap bulan, bahkan terkadang dua pekan sekali, mengajaknya jalan-jalan dan makan-makan, belanja kebutuhan di pondok, saya selalu memperhatikannya dan menelponnya" kata seorang wali santri
Benar, banyak wali santri yang melakukan hal diatas, selalu menjenguk buah hatinya, menelponnya, memenuhi kebutuhannya, namun lupa satu hal...
Bahwa tarbiyah (pendidikan) adalah satu proses yang kompleks, dan bukan kewajiban pesantren untuk mendidik anak-anak Anda, tapi Anda sendiri!
Ya, Anda sendiri wahai Wali Santri yang terhormat...
Pesantren atau lembaga pendidikan apapun hanya membantu, kewajiban mendidik tetap berada di tangan Anda selaku orang tua...
Betapa banyak tarbiyah hasanah (pendidikan yang baik) yang berusaha ditekankan oleh pihak pesantren gagal, akibat wali santri yang kurang kooperatif...terutama di masa-masa liburan...
Betapa banyak wali santri yang membiarkan anak-anaknya membaca komik/novel fiktif, menyaksikan tayangan televisi atau bioskop, melepas hijab yang sempurna, bergaul dengan lawan jenis baik langsung maupun tidak langsung, memiliki berbagai akun media sosial dan mengunggah foto-foto mereka ke dunia maya, menghabiskan waktu di depan layar perangkat elektronik (gadget), bahkan menyediakan fasilitas gadget kepada mereka tanpa kontrol...membiarkan mereka begitu saja...
Perlukah saya bersumpah?
Demi Allah! Itulah yang merusak anak-anak Anda wahai para Wali Santri yang mulia!!
Demi Allah! Itulah yang merusak anak-anak Anda wahai para Wali Santri yang mulia!!
Bukan hanya anak-anak Anda, melainkan juga kawan-kawan buah hati Anda...
Betapa banyak santri yang awalnya tak mengenal film atau komik atau novel, akhirnya menjadi kecanduan dan gandrung akibat pengaruh kawannya di pesantren...
Duhai Wali Santri yang terhormat, duhai Orang Tua yang mulia...
Terkadang memang Anda beralasan "tidak tega melarang", "kasihan di pondok tidak ada hiburan" atau "biarkan saja, daripada ia tidak mau kembali ke pondok" ketika Anda membiarkan mereka melakukan apa yang mereka inginkan ketika liburan...
Namun Anda harus meneguhkan hati, mengorbankan rasa iba, melawan rasa kasihan...semuanya demi kebaikan buah hati Anda dan santri-santri lainnya...
Sungguh, pendidikan yang telah dikecap berbulan-bulan di pesantren sirna sekejap hanya karena lemahnya atau longgarnya pengawasan wali santri ketika liburan...
Saya bukan hendak berlebihan, dan saya sungguh jujur ketika menulis ini, karena saya dahulu adalah seorang santri dan masih tetap seorang santri hingga hari ini...
Saya mengalami dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri segala realita yang terjadi, dan kata penyair Arab, tidaklah orang yang mendengar berita seperti orang yang menyaksikan sendiri dengan matanya...
Duhai Wali Santri...
Duhai Para Orang tua...
Duhai Para Orang tua...
Orang tua yang saya hormati dan hargai, karena demikianlah Islam mendidik kami...untuk menghormati yang lebih tua
Kita semua mengharapkan tercetaknya generasi yang shalih, generasi Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang beraqidah lurus, berakhlak mulia, beramal shalih dan memiliki wawasan ilmiah yang luas...
Ditengah gonjang ganjing akhir zaman, ditengah berbagai fitnah syubuhat dan syahawat yang mendera kini, tentu kita berharap generasi muda kita menjadi oase di padang pasir, tempat melepaskan dahaga dan lelah...
Namun tentunya harapan mulia tersebut bukanlah sesuatu yang mudah, bukanlah sesuatu yang dapat diraih hanya dengan bermudah-mudah, bukan hanya "masukin anak ke pondok selesai perkara"
Sekali-kali bukan!!
Bagaimana kita dapat mewujudkan generasi Qur'ani, generasi yang menjadikan para salaf sebagai panutan, sementara anak-anak kita, para santri dibiarkan mendengarkan berbagai nyanyian dan musik, menonton berbagai tayangan film, mengagumi para artis kuffar dan fussaq yang tak bermoral lagi tak berakhlak, memajang kecantikan mereka di dunia maya, berkawan dengan sembarang orang di dunia nyata maupun maya, membaca komik bergambar makhluk bernyawa, novel fiktif yang penuh syubhat tersembunyi, menghabiskan waktu dengan sia-sia hanya untuk mencari kegembiraan fana...
Kalla, tsumma kalla
Tidak! Sekali-kali tak kan terwujud harapan tersebut...
Tidak! Sekali-kali tak kan terwujud harapan tersebut...
Bagaimana mungkin iman kan tumbuh subur dan mengakar di hati mereka, sementara mereka mencintai dan mengagumi orang-orang yang kafir lagi fasiq!!
Jikalau Anda berkata "Tak mengapa, mereka masih belia, suatu saat kan meninggalkannya"
Maka saya jawab dengan segala hormat "Duhai Wali Santri yang mulia...pepatah Arab mengatakan 'Man Syabba 'alaa syai' syaaba 'alaih', yang artinya: 'Barangsiapa yang terbiasa melakukan sesuatu saat tumbuh menjadi pemuda, ia akan terbiasa melakukan hal tersebut kala tlah beruban (menua)'
Dan saya perlu mengingatkan diri saya sendiri kemudian Anda wahai Wali Santri yang mulia, bahwa "Man 'aasya 'alaa syai', maata 'alaihi, wa man maata 'alaa syai, bu'itsa 'alaih", Barangsiapa yang terbiasa melakukan sesuatu ketika hidupnya, niscaya ia kan wafat dalam keadaan tersebut, dan barangsiapa yang wafat dalam suatu keadaan, niscaya ia kan dibangkitkan dalam keadaan tersebut...
Dan kita tahu...bahwa ajal tak mengenal usia, bagaimanakah bila anak-anak kita wafat dalam keadaan mendengarkan musik karena kita membiarkan mereka? -laa qaddarallah- (semoga Allah tak menakdirkannya)
Dan ingatlah wahai Orang Tua yang budiman, bahwa maksiat mempengaruhi hati sedikit demi sedikit..ia mengotori hati, membekaskan noktah hitam padanya, hingga jikalau hati telah tertutup banyak noktah, ia kan mengeras dan menolak kebenaran serta susah untuk melakukan kebajikan -wal 'iyaadzu billah-
Bagaimanakah kita bisa mengharapkan estafet dakwah terus berlanjut di tangan generasi yang mengagumi artis-artis Hollywood, Korea dan Jepang?
Bagaimana kita dapat mengamanahkan mereka perjuangan dakwah Islam yang mulia bila hati mereka dipenuhi kecintaan terhadap dunia dan hal-hal lahiriah lainnya?
Jikalau hati kecil sebagai orang tua merasa tidak tega untuk mencegah mereka, ketahuilah bahwa Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- pernah bersabda "Demi Allah, jikalau Fathimah binti Muhammad (putri kesayangan beliau) mencuri, pasti kan kupotong tangannya!"
Janganlah fitrah kasih sayang dan cinta Anda membutakan Anda, Anda tetap berkewajiban mendidik mereka, membimbing, memerintahkan kepada yang ma'ruf dan melarang dari yang munkar...
Dakwah tak harus dengan maju ke hadapan majlis, bahkan dakwah yang wajib dan paling utama adalah: Mendakwahi keluarga terdekat, sebagaimana firman Allah Ta'ala yang artinya "Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat"
Sungguh, demi terwujudnya generasi yang berkualitas bukan hanya tanggung jawab segelintir orang, bukan hanya tanggung jawab ustadz, kiai, syaikh, sekolah, pesantren atau lembaga pendidikan, namun tanggung jawab kita semua...
Buah hati Anda adalah amanah dan asset Anda yang paling berharga, dan kelak Anda kan ditanya dan dimintai pertanggung jawaban atasnya...
Duhai Orang Tua yang mulia...jikalau kita mengharapkan perbaikan, maka mulailah dari hal-hal terkecil...dari keluarga kita, biasakanlah anak-anak kita untuk melaksanakan ibadah secara sempurna serta melarang mereka dari berbagai maksiat atau hal hal yang sia sia...
Jikalau seluruh wali santri dan orang tua menerapkan hal ini, saya yakin...biidznillah (dengan izin Allah), suasana pesantren akan makin kondusif untuk menuntut ilmu, serta jumlah pelanggaran kan berkurang drastis...
Saya menaruh harapan pada Anda wahai Wali Santri yang mulia...untuk memulai perubahan ini...untuk ikut serta dalam mendidik dan membimbing generasi muslim masa depan...
Doakanlah buah hati Anda dalam sujud-sujud Anda, panjatkanlah permohonan kepada Allah Ta'ala di waktu-waktu yang diijabahi doa padanya, mohonlah kepada Allah Ta'ala agar hidayah bernanung pada buah hati Anda, agar ia menjadi anak yang shalih/shalihah, agar ia terjaga fitrahnya, agar ia terjaga dari segala syubhat dan syahwat, agar ia menjadi seorang yang faqih dalam agama dan mengamalkan ilmunya, agar ia menjadi imam bagi orang-orang yang bertaqwa...
Namun tentunya doa tak kan terwujud kecuali dengan izin Allah kemudian dengan usaha, maka usahakanlah agar doa Anda terwujud dengan menjaga anak-anak Anda dari pengaruh buruk tontonan, nyanyian dan bacaan yang penuh syubhat dan syahwat...
Sungguh saya telah menyaksikan degradasi iman dan moral yang terjadi di lingkungan penuntut ilmu, tentunya ini adalah tugas kita bersama untuk memperbaikinya...
Semoga Allah membalas Anda dengan sebaik-baik pahala duhai Wali Santri yang mulia...teriring doa dari kami para santri disini, agar Anda selalu dalam lindungan dan rahmatNya
Dari seorang santri, untuk para Wali Santri yang mulia
--------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------
Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Imam Bukhari, Jawa Tengah
Artikel ini dimuat pada blog @muslimahmuda atas seizin penulis artikel, setelah sebelumnya telah dimuat di situs resmi Pondok Pesantren Imam Bukhari pada menu "Pojok Bukhari"
Semoga Alloh memberi balasan yng lebih baik kpd Anda yg telah mengingatkan kami sbg slh satu Wali Santri.
BalasHapusBaarakallohu fiik
BalasHapusSyukron telah mengingat kan insyaAllah kedepannya ananda menjadi santri yg shalih dan shaliha aamiin..
BalasHapusJazakallahu khairan sudah menginngatkan kami wali santti semoga Allah memberi balasan yg lebih baik kepada Anda,dan semoga anak2 kami kedepannya akan lebih baik lagi,menjadi santri yg shalih dn shaliha aamiin..
Hapus